Layar Tancep 2016

Bedah Film Etnografi Antropologi Miracle Worker
Layar Tancep VII

Layar Tancep HIMANTARA kembali lagi! Keseruan Layar Tancep sebelum-sebelumnya membuat acara yang dinaungi HIMAPRODI Antropologi ini ditunggu-tunggu akhirnya hadir kembali. Tema dipilih untuk mengembalikkan kembali eksistensi dan menyadarkan kepekaan para mahasiswa terhadap kehadiran penyandang disabilitas di lingkungan mereka, terutama di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya. Dengan tema tersebut, diharapkan output berupa penyadaran dan kepekaan kita sebagai mahasiswa kepada penyandang disabilitas. Agar mereka tidak merasa ter-asing oleh kelebihan yang mereka (read: penyandang disabilitas) miliki. Sehingga mereka bisa lebih menikmati kehidupan kampus yang seharusnya mereka rasakan.
Oleh karenanya dalam Layar Tancep kali ini membedah film dengan judul Miracle Worker. Film ini dipilih karena dirasa mampu memberikan output sesuai dengan tujuan tema yang diinginkan dalam acara Layar Tancep kali ini.
Dewasa ini, seringkali kita sebagai mahasiswa tidak mempedulikan lingkungan sekitar kita dengan dalih “urusan lo ya urusan lo, urusan gue ya urusan gue” kita sebagai manusia khususnya sebagai penyandang MAHA atas ke-siswaan kita tak lepas dari kebutuhan akan interaksi satu dengan yang lainnya, karena kita merupakan makhluk sosial. Sama halnya mereka yang menyandang sebagai mahasiswa penyandang disabilitas, sama-sama manusia dan sama-sama penyandang status MAHA dalam ke-siswaannya. Mereka juga butuh berinteraksi dengan lingkungannya, karena mereka pun juga sama sebagai makhluk sosial yang haus akan interaksi sosial. Kalau tidak, apalah arti manusia hidup jika tidak ada interaksi sama sekali secara verbal maupun non-verbal .
Acara ini dibuka tepat pukul 18.30 di Aula FIB UB oleh sepasang MC, yaitu Ahmad Hidayatullah dan Theovili S dari mahasiswa Antropologi 2015. Acara dilanjutkan dengan sambutan yang dibawakan oleh ketua pelaksana acara Layar Tancep 2016 kali ini yaitu Lidia Paraharoan mahasiswa Antropologi 2015. Setelah sambutan, dilanjutkan dengan penampilan Antrokustik yang mampu membawa suasana acara menjadi lebih meriah.
Gambar 1. Suasana Lacar Tancep VII di AULA FIB UB

Setelah penampilan Antokustik, pemutaran film Miracle Worker dimulai selama kurag lebih 1 jam 40 menit. Pada akhir pemutaran film tidak sedikit dari para pengunjung yang hanyut mengikuti alur cerita dari  kisah penyandang disabilitas yang diperankan oleh Hellen dan Dr. Annie yang berperan sebagai guru yang berusaha menunjukkan jika Hellen mampu dalam berkomunikasi walau hanya dengan bahasa aksara jari yang diajarkan.
Sharing bersama volunter penyandang disabilitas
Selesai pemutaran film, acara dilanjutkan dengan sharing bersama penyandang disabilitas dan advisornya. Berbagi bagaimana pengalamannya sebagai orang yang berkebutuhan khusus selama ini dalam berkomunikasi dengan mahasiswa yang lainnya. Menjadi orang yang berkebutuhan khusus menurutnya tidak bisa terlepas oleh sang advisor yang mengerti apa yang mereka katakan dan yang mereka inginkan. Dengan begitu akan lebih mudah ia dalam menyampaikan maksud dan tujuannya. Akan lebih baik lagi jika para mahasiswa memiliki dan memahami cara berkomunikasi bagi penyandang disabilitas, itu membuat mereka senang sehingga ketergantungan dengan para advisor bisa mulai dikurangi.
Setelah sharing bersama mahasiswa penyandang disabilitas, acara dilanjutkan dengan diskusi oleh pemateri yaitu bapak Putu Eska Sasnanda, M.A selaku dosen IPS di Universitas Negeri Malang. Dalam diskusi, beliau menekankan bahwa dengan bahasa kita bisa berfikir, lalu mengajak pengunjung untuk membayangkan bagaimana jika kita tidak bisa berbahasa. Melakukan hal yang paling mudah sekalipun akan terasa susah, “memahami orang lain untuk memahami diri kita sendiri” ucap bapak Putu dengan nada tegas. Dengan begitu menurutnya apa peran seorang Antropolog dalam membarikan sumbangsihnya kepada para penyandang disabilitas adalah dengan menceritakan apa yang mereka (penyandang disabilitas) alami, apa yang mereka rasakan selama mereka berusaha agar masyarakat dapat menerima keunikan dan kelebihan yang mereka miliki. Sumbangsih para Antropolog juga dapat dituang dalam tulisan etnografi dan semacamnya untuk dapat menjadi acuan tolak ukur pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan yang dapat memberikan manfaat bagi para penyandang disabilitas ini.
Tanya Jawab

Dengan begitu, mari sama-sama kita hargai siapa saja disekeliling kita dan mampu untuk lebih peka lagi dengan lingkungan kita. Sehingga mampu tercipta integritas yang diharapkan masyarakat luas. (z/a/m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAUNCHING PENGURUS HIMANTARA PERIODE 2019

Ethnography Metods : The Logic of Thingking

PROGRAM KB: EFEKTIFKAH?